SINDROM NEFROTIK
A. Gambaran Umum Sindrom Nefrotik
1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerolus terhadap protein plasma, yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminia, dan edema (Cecily,2002).
Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminia, hiperkolesterolemia, dan edema (Russepno Hasan, 2000).
2. Insidens
Meurut Cecily (2002), insidensi sindrom nefrotik :
a. Insidensi lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan
b. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan.
c. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak di bawah usia 1 tahun
d. Sindrom nefotik perubahan minimal (SNPM) mencakup 60 sampai 90% dari semua kasus sindorm nefrotik pada anak.
e. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50% menjadi 5% daengan majunya terapi dan pemberian steroid.
3. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sabagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen- antibody. Menurut Nelson (2000) dan Cecily (2002), etiologinya dibagi menjadi empat yaitu :
a. Sindrom Nefrotik Idiopatik
Tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan berkaitan dengan mekanisme imulogik.
b. Sindrom Nefrotik Sekunder
Berdasarkan dengan penyakit-penyakit tertentu :
1) Penyakit keturunan / metabolik : DM, aminoloidosis, penyakit sel sabit.
2) Penyakit infeksi : hepatitis B, malaria, pasca infeksi streptococcus.
3) Obat, toksin dan racun : logam berat, penisillamin, serangga / ular berbisa.
4) Penyakit sistemik / imumnue mediated : SLE, sindrom vaskulitis (purpura), sarcoidosis, neoplasma, tumor paru, hodgin, tumor gasterintestinal.
c. Sindrom Nefrotik Bawaaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada neonates. Pencangkokan ginjal pada massa neonates telah dicoba, tetapi tidak berhasil. Prognosisnya buruk dan biasanya penderitanya meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
d. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerolus, sering disertai dengan atropi tubulus, dan prognosisnya buruk.
4. Patofisiologi
Sindroma nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerolus terhadap protein plasma, yang menimbulkan : proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema. Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen.
Penurunan volume carian vaskuler menstimulasi system renis-angiotensin yang mengakibatkan disekresinya hormone antideuretik (ADH) dan aldosteron. Reabsorbsi tubular terhadap natrium (Na+) dan air mengalami peningkatan dan akhrinya menambah volume intravaskular (Cecily, 2002).
5. Tanda dan Gejala
Menurut Cecily, tanda dan gejala sindrom nefrotik yaitu :
a. Proteinuria
b. Retensi cairan dan edema yang menambah berat badan, edema periorbital edema dependen, pembengkakan genetalia eksterna, edema fasial, asites, hernia inguinalis dan distensi abdomen, efusi pleura.
c. Penurunan jumlah urine, urine gelap dan berbusa.
d. Hematuria
e. Anoreksia
f. Diare
g. Pucat
Menurut Ressepno Hasan (2000) yaitu :
a. Edema
b. Oliguria
c. Tekanan darah normal atau meningkat
d. Proteinuria sedang sampai berat
e. Hipoalbuminemia
f. Hiperkolesterolemia
g. Ureum / kreatinan darah normal atau meningkat
6. Komplikasi
Komplikasi dari sindrom nefrotik menurut Cecily (2002) :
a. Penurunan volume intravaskuler (syok hipovolemik)
b. Kemampuan koagulasi yang berlebihan (thrombosis vena)
c. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
d. Kerusakan kulit
e. Infeksi
f. Perionits (berhubungan dengan asites)
g. Efek samping steroid yang tidak diinginkan
Menurut Ressepno Hasan (2000), komplikasi sindrom nefrotik antara lain : infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang menyebabkan streptococcus, straphilococcus dan tuberculosis.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Cecily (2002), pemeriksaan penunjang pada pasien dengan sindrom nefrotik dalam uji laboratorium dan diagnostik adalah :
a. Urin
a. Protein urine : meningkat
b. Urinalsia : cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstik urin : positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin : meningkat
b. Uji Darah
a. Albumin serum : menurun
b. Kolesterol serum : meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrik : meningkat (hemokonsentrasi)
d. Laju endap darah (LED) : meningkat
e. Elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan.
c. Uji Diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostic yang tidak dilakukan secara rutin.
8. Penatalaksanaa Medis
Penatalaksanaa medis untuk sindorm nefrotik mencakup perawatan berikut ini :
Menurut Cecily (2002) :
a. Pemberian kortikosteroid (prednison)
b. Penggantian protein (dari makanan atau 25% albumin)
c. Pengurangan edema : diuretik dan restriksi natrium
d. Rumatan keseimbangan elektrolit
e. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin untuk menurunkan banyaknya proteinuria pada glomerulonefritis membranosa.
f. Agen alkilasi (sitotoksik) seperti klorambusil dan siklofosfamid
g. Analgetik
h. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi
Selain dari itu penatalaksanaan medis (pengobatan) secara umum untuk sindrom nefrotik antara lain :
a. Istirahat
Tirah baring mempercepat hilangnya edema, ditunjukan terutama pada pasien dengan edema berat dan infeksi perawatan rumah sakit (Rssepni Hasan, 2000)
b. Diit
Diit rendah garam (0,5 gram sehari) membantu menghilangkan edema. Minum tidak dibatasi karena akan menggangu fungsi ginjal, kecuali hiponatremia. Diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) 3-4 gram/BB/hari sampai dengan edema hilang. Diit TKTP bertujuan untuk mendorong terjadinya pembentukan albumin dalam hati (Russepno Hasan, 2000).
c. Diuretik
d. Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan cara pengobatan sebagai berikut :
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan dosis maksimum 80 mg/hari.
2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis dosis 60 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimal 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan ini, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermiten selama 4 minggu. Sekarang pengobatan dengan kortikosteroid tidak selalu uraian 1) dan 2), tetapi melihat respon pasien apakah terjadi remisi atau tidak dalam 4 minggu.
e. Antibiotika hanya diberikan bila ada infeksi
f. Lain-lain, fungsi asites, fungsi hidrotiraks bila ada indikasi vital. Jika ada gagal jantung diberikan digitalis (Ressepno Hasan, 2000)
Pemantauan
a. Berat badan dan tekanan darah diukur setiap hari
b. Air kemih ditampung setiap hari, diukur jumlah dan berat jenisnya (pemeriksaan Esbach).
c. Darah tepi : rutin diulang setiap minggu, KED waktu masuk dan diulang setiap 2 minggu.
d. Ureum dan kreatinin urine diperiksa setiap 3 hari
e. Ureum dan kreatinin darah diperiksa setiap minggu, sampai nilai normal.
f. Protein total; albumin, globulin, kolesterol diulang sebulan sekali.
Penderita dikatakan sembuh bila :
a. Edema hilang
b. Proteinuria negatif selama 3 hari berturut-turut dalam seminggu
c. Kolesterol darah normal
d. Protein total, albumin darah meningkat
9. Prognosis
Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingg dapat terjadi gagal ginjal. Penyembuhan klinik kadang-kadang didapat setelah pengobatan bertahun-tahun dengan kortikosteroid (Russepno Hasan, 2000).
Prognosis :
a. Tergantung pada respon anak pada terapi steroid
b. Kerusakan dapat diminimalkan bila deteksi dini dan tindakan yang cepat, serta untuk menghilangkan proteinuria.
c. 80% anak mempunyai prognosis baik
B. Gambaran Umum Asuhan Keperawatan Anak dengan Sindrom Nefrotik
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival klien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dengan menggunakan metode ilmiah (Doenges : 2000).
Dalam asuhan keperawatan pediatrik dikenal istilah keperawatan atraumatik , yaitu suatu ketentuan mengenai perawatan terapeutik di tempat tertentu oleh tenaga kesehatan, melalui intervensi, yang menghilangkan atau mengurangi disstres fisik dan psikologis pada anak dan keluarganya dalam sistem layanan kesehatan (Wong, 2004).
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan rhabdomyosarkoma, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari enam tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pendokumentasian.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges : 2000).
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya dan hasil dari konsultasi terapi medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya. (Basford & Slevin, 2006).
Pengkajian pada anak akan lebih kompleks karena anak masih tergantung baik secara fisik maupun dalam pola pikirnya kepada keluarga. Hal inilah yang menyebabkan tindakan asuhan keperawatan pada anak perlu melibatkan keluarga mulai dari tahap pengkajian, penyusunan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan tahap evaluasi (Wong, 2004).
Tahap pengkajian pada klien anak dengan rhabdomyosarkoma menurut Suriadi, 2001, terdiri dari :
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
a) Nama klien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, pendidikan, agama, kultur budaya/ suku bangsa dan alamat.
b) Tanggal klien masuk, nomor Rekam Medis, dan diagnosa medis.
2) Identitas keluarga
a) Nama ayah, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat.
b) Nama ibu, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, alamat
3) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama :
Biasanya pasien datang dengan bengkak disebagian atau seluruh tubuh, urine lebih sedikit, urine berwarana hitam, berat badan meningkat, wajah mengembang sekitar mata, terutama meningkat di pagi hari, tekanan darah normal, anoreksia, mudah lelah, malnutrisi, asites (perut bengkak), diare, muntah dan kesukaran bernapas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dikaji lamanya keluhan yang dirasakan dan sudah dibawa berobat kemanna, mendapat terapi apa dan bagaimana reaksi tubuh/penyakitnya terhadap pengobatan yang telah dilakukan.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Ada kemungkinan anak yang telah mengalami penyakit/gejala sindrom nefrotik, tetapi penyakit ini tak ada hubungan dengan penyakit yang pernah diderita dahulu.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit sindrom nefrotik dapat diperparah dengan infeksi bakteri misalnya keluarga ada yang menderita TBC, keluarga memiliki riwayat hipertensi atau memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien karena sindrom nefrotik bisa diturunkan sebagai resesif autosomal.
e) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang kotor (banyak bakteri), perlu dikaji juga daerah tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.
b. Pemeriksaan Fisik
Selama aspek pengumpulan data, perawat melatih keterampilan pesepsual dan observatorial dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman atau biasa dikenal dengan inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi adanya lesi pada kulit, dll. Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien atau merasakan kulit pasien untuk mengetahui struktur yang ada di bawah kulit (Asmadi, 2008).
Adapun tanda dan gejala yang ditemukan pada penderita sindrom nefrotik (Cecily, 2002) :
1) Tanda-tanda vital, biasanya akan mengalami peningkatan terutama tekanan darah yaitu di atas 100/60 mmHg, nadi cepat atau lambat dan pernapasan menjadi cepat antara 30-40 x/menit.
2) Wajah biasanya membengkak (moon face)
3) Mata biasanya mengalami edema pada palpebra, konjungtiva anemis
4) Abdomen, pada saat dilakukan inpeksi terlihat adanya pembesaran abdomen karena adanya penumpukan cairan. Palpasi akan ditemukan hasil tes ballotemen positif yang menandakan adanya asites.
5) Srotum akan membesar/edema karena adanya penumpukan cairan.
6) Ekstremitas akan terjadi edema dan kelemahan akibat kondisi penyakit yang dialami penderita.
c. Pola Aktivitas sehari-hari
1) Pola nutrisi akan mengalami gangguan, penderita akan menjadi malas makan dan minum, mual dan muntah.
2) Pola eliminasi akan mengalami gangguan, terutama pada eliminasi buang air kecil, penderita akan mengalami kesulitan atau penurunan volume urine. Kadang-kadang bisa terjadi hematuria.
3) Pola istirahat dan tidur akan mengalami gangguan akibat adanya nyeri pada edema, terutama scrotum.
4) Pola aktivitas menjadi terganggu, pasien menjadi malas beraktivtas
5) Personal hygiene menjadi tidak terurus akibat kelemahan fisik
d. Pemerikasaan Penunjang
1) Pemeriksaan Urine
a) Protein urine meningkat
b) Urinalisa : cast hialin dan granular, hematuria
c) Dipstik urine : positif untuk protein dan darah
d) Berat jenis urine meningkat
2) Uji darah
a) Albumin serum menurun
b) Kolesterol serum meningkat
c) Hemoglobin dan hematokrit : meningkat (hemokonsentrasi)
d) Laju endap darah (LED) meningkat
e) Elektrolit serum : bervasiasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan.
2. Diagnosa Keperawtan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti tentang masalah klien dan serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau dirubah melalui tindakan keperawatan (Carpenito : 2000).
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial (Wilikinson, 2007).
Dalam bukunya Pengantar Konsep Dasar keperawatan, Hidayat (2007), menyebutkan ada lima kategori Diagnosa keperawatan, yaitu aktual, resiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera (welfare) dan sindrom.
a. Diagnosa Keperawatan Aktual
menurut NANDA merupakan penyajian keadaan secara klinis yang telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasikan. Diagnosis keperawatan aktual penulisannya adalah adanya pernyataan masalah (P), adanya pernyataan evaluasi (E), dan adanya pernyataan tanda dan gejala (S).
b. Diagnosis Keperawatan Resiko atau resiko tinggi.
Diagnosa yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum ada tetapi etiologi sudah ada.
Misal : Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasiv.
c. Diagnosis Keperawatan Kemungkinan
Menurut NANDA adalah pernyataan tentang masalah-masalah yang diduga masih memerlukan data tambahan, dengan harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama faktor resiko.
Misal : kemungkinan gangguan konsep diri.
d. Diagnosis Keperawatan sehat-Sejahtera (Wellness)
Menurut NANDA diagnosis keperawatan sehat adalah ketentuan klinis mengenai individu, kelompok atau masyarakat dalam transisi dari tingkat kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik. Cara pembuatannya dengan menggabungkan fungsi positif dalam masing-masing pola kesehatan fungsional sebagai alat pengkajian yang disahkan.
Misal : perilaku mencari bantuan kesehatan yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang peran sebagai orang baru.
e. Diagnosis Keperawatan Sindrom
Menurut NANDA, diagnosis ini adalah diagnosis keperawatan yang terdiri dari sekelompok diagnosis keperawatan aktual atau resiko tinggi yang diduga akan tampak karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Misal : sindrom disuse yang berhubungan dengan tindakan pembedahan (amputasi)
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan sindrom nefrotik menurut Suriadi (2001) dan Cecily (2002) yaitu :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan karena proses penyakitnya, retensi sodium.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan menurunnya sirkulasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, pertahanan tubuh tidak adekuat
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi (edema)
f. Penatalaksanaan program pengobatan tidak efektif berhubugan dengan kompleksitas program pengobatan
3. Perencanaan
Sebagai langkah selanjutnya dalam proses keperawatan adalah perencanaan yaitu menentukan apa yang ingin dilakukan untuk membantu klien. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan mengatasi masalah keperawatan. Langkah-langkah perencanaannya adalah :
a. Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang dan rendah. Masalah dengan prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup (misalnya bersihan jalan nafas). Masalah dengan prioritas sedang berhubungan dengan situasi yang tidak gawat dan situasi yang tidak mengancam hidup klien (misalnya personal hygiene klien), masalah dengan prioritas rendah berhubungan secara langsung dengan keadaan sakit atau prognosis yang spesifik (misalnya masalah keuangan). (Carpenito : 2000).
b. Merumuskan tujuan dan kriteria hasil
Kriteria hasil adalah hasil intervensi keperawatan dan respon-respon klien yang dapat dicapai, diinginkan oleh klien atau pemberi asuhan, dan dapat dicapai dalam periode waktu yang telah ditentukan. (Doenges, 2000).
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu spesifik (khusus), measurable (dapat diukur), acceptable (dapat diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan (Basford & Slevin, 2006).
Tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil yang mempunyai komponen S-P-K-K-W dengan penjabaran sebagai berikut (Hidayat, 2007) :
1) Subyek, menunjukkan siapa yang mencapai kriteria hasil.
2) Kata kerja yang dapat diukur, menunjukkan tindakan, tingkah laku dan respon dari klien yang dapat dilihat, didengar, dihidu, atau diraba.
3) Hasil, menunjukkan respon fisiologis, psikologis, dan gaya hidup yang diharapkan dari klien terhadap intervensi.
4) Kriteria, mengukur kemajuan klien dalam mencapai hasil dan menunjukkan tingkat kecakapan yang diperlukan untuk menyelesaikan hasil akhir.
5) Waktu, menunjukkan periode waktu tertentu yang diinginkan untuk mencapai kriteria hasil, dengan adanya batasan waktu akan membantu perawat dalam mengevaluasi tahap dalam memastikan apakah kriteria hasil dapat dicapai dalam periode waktu tertentu.
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana tindakan keperawatan menurut Suriadi (2001) adalah :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan terjadinya akumulasi cairan dalam jaringan karena proses penyakitnya, retensi sodium.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kelebihan cairan dalam tubuh pasien dapat dikurangi
Kriteria hasil :
1) Balance cairan negatif
2) Edema berkurang
Rencana tindakan :
1) Kaji asupan dan keluaran cairan
Rasional : menfetahui pemasukan dan pengeluaran cairan / status carian.
2) Kaji adanya edema dengan mengukur perubahan edema
Rasional : untuk mengetahui perubahan edema
3) Pantau berat jenis urine, albumin
Rasional : mengetahui perubahan nilai albumin, berat jenis urine guna intervensi selanjutnya.
4) Pertahankan pembatasan cairan untuk pasien
Rasional : manajemen cairan, untuk mengurangi kelebihan cairan
5) Berikan kortikosteroid untuk menurunkan protein urine
Rasional : mengurangi protein dalam urine
6) Timbang berat badan setiap hari
Rasional : penimbangan berat badan harian adalah pengawasan carian terbaik
7) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi diuretik sesuai indikasi
Rasional : meningkatkan volume urine adekuat
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi tanpa terjadi perubahan pola makan pasien.
Kriteria hasil :
1) Pasien makan tepat waktu sesuai dengan kebiasaan makan sehari-hari
2) Porsi makanan yang disediakan habis dimakan
3) Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Rencana tincakan :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini
Rasional : mengetahui atau mengambarkan perbedaan atau perubahan sebelum sakit terhadap kebiasaan diet.
2) Berikan makan sedikit demi sedikit dan makanan kecil tambahan yang tepat tetapi sering
Rasional : meningkatkan proese pencernaan dan toleransi terhadap nutrisi yang diberikan dan mengurangi terjadinya mual.
3) Buat pilihan menu yang ada dan ijinkan pasien untuk mengontrol pilihan sebanyak mungkin
Rasional : variasi sediaan makanan akan meningkatkan pasien untuk mempunyai pilihan terhadap makanan yang dinikmati.
4) Anjurkan pada pasien untuk melakukan oral hygiene
Rasional : mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan
5) Timbang berat setiap hari dan bandingkan dengan berat badan sebelum sakit
Rasional : mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan dalam mengubah pemberian nutrisi
6) Catat masukan dan perubahan simptom yang berhubugan dengan pencernaan : anoreksia, mual, muntah.
Rasional : memberikan rasa kontrol pada pasien dan kesempatan untuk memilih makanan yang diinginkan/dinikmati, dapat meningkatkan masukan makanan.
7) Konsultasikan dengan ahli gizi
Rasional : merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi sesuai dengan usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya edema dan menurunnya sirkulasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperatwan selama 3x24 jam diharapkan mampu mempertahankan integritas kulit, menunjukan penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
Terdapat resolusi pada daerah sekitar luka
Rencana tindakan :
1) Inspeksi luka, kaji lokasi, luas luka, kaji adanya eksudat
Rasional : data dasar untuk melakukan intervensi segera
2) Kaji tanda-tanda infeksi
Rasional : data dasar untuk mencegah terjadinya infeksi
3) Lakukan perawatan luka dengan salep
Rasional mencegah iritasi dan mempercepat penyembuhan luka
4) Ajarkan keluarga tentang perawatan luka
Rasional : meningkatkan kemampuan keluarga dalam perawatan guna mencegah keparahan luka
5) Posisikan pasien untuk mengurangi ketegangan pada luka
Rasional : memberikan rasa nyaman
d. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi, penurunan daya tahan tubuh
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dirumah sakit diharapkan dapat meminimalkan resiko infeksi
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, kalor, fungsiolesa)
Rencana tindakan :
1) Gunakan prinsip aseptik setiap melakukan tindakan
Rasional : mempertahankan prinsip steril untuk mencegah penyebaran infeksi
2) Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional : pencegahan dini untuk mencegah infeksi dan menentukan tindakan selanjutnya
3) Monitor hasil laboratorium (leukosit)
Rasional : nilai leukosit merupakan indikator adanya infeksi
4) Tingkatkan intake nutrisi
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh
5) Batasi pengunjung bila perlu, lindungi anak dari kontak yang terinfeksi
Rasional : mencegah infeksi nosokomial dan mengurangi kontak dengan mikroba yang ditularkan pengunjung
6) Kolaborasi dalam pemberian terapi antibiotik sesuai indikasi
Rasional : membantu mengobati infeksi dengan membunuh bakteri patogen
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologi (edema)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
1) Secara verbal pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
2) Pasien tampak tenang
Rencana tindakan :
1) Kaji nyeri secara komperhensif meliputi : durasi, lokasi, karakteristik, kualitas, frekuansi dan presipitasi nyeri
Rasional : data dasar untuk mengetahui tingkat nyeri, guna melakukan tindakan antisipasi nyeri
2) Observasi isyarat ketidaknyamanan no verbal
Rasional : perubahan ekspresi wajah, perilaku mengindikasi adanya ketidaknyamanan
3) Berikan informasi tentang nyeri, seperti
Rasional : dengan mengetahui penyebab dan antisipasi nyeri, pasien dapat lebih toleransi terhadap nyeri
4) Ajarkan teknik relaksasi pada pasien, seperti napas dalam, distraksi, terapi bermain
Rasional : membantu pasien mengalihkan perhatian guna mengurangi nyeri yang dirasakan
5) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program
Rasional : penggunaan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Penatalaksanaan program pengobatan tidak efektif berhubugan dengan kompleksitas program pengobatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan penatalaksanaan program terapeutik efektif.
Kriteria hasil :
Tidak terjadi resistensi terhadap pengobatan
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat pemahaman keluarga terhadap penyakit, komplikasi, dan penanganannya
Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan keluarga terhadap penyakit dan terapi bagi pasien.
2) Identifikasi dan hargai mekanisme koping keluarga
Rasional : mengetahui mekanisme koping yang digunkan, apakah efektif atau tidak efektif.
3) Ajarkan strategi untuk mempertahnkan derajat kesehatan pasien
Rasional : meningkatkan partisipasi keluarga untuk pengobatan pasien
4) Libatkan keluarga dalam diskusi tentang pengobatan bagi pasien
Rasionaln : meningkatkan partisipasi keluarga untuk pengobatan pasien
4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah deskripsi untuk perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan. (Doenges, 2000).
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif.
c. Dokumenntasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah hasil sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Doenges, 2000).
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan.
Ada tiga alternatif dalam menafsirkan hasil evaluasi, yaitu :
a) Tujuan tercapai
Tujuan tercapai apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan tingkah laku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b) Tujuan tercapai sebagian
Tujuan tercapai sebagian apabila klien atau keluarga menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagaian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c) Tujuan belum tercapai
Tujuan belum tercapai apabila klien dan keluarga sama sekali tidak menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah yang baru.
6. Dokumentasi
Setelah dilakukan tindakan pada klien, kegiatan yang telah dilakukan harus dicacat untuk memungkinkan kelanjutan tindakan keperawatan oleh perawat lain, selain itu catatan dapat digunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat perawat yang bersangkutan atas tindakan keperawatan yang dilakukan.
Tujuan dari adanya sistem pencatatan atau pendokumentasian (Doenges : 2000) :
a. Memfasilitasi kualitas perawatan klien.
b. Memastikan pencatatan tentang kemajuan dengan memperhatikan hasil yang berfokus pada klien atau keluarga.
c. Memfasilitasi konsistensi interdisiplin dan komunikasi tujuan suatu kemajuan pengobatan.
Daftar Pustaka
Adi K. 2009. Sindrom Nefrotik. http://one.indosripsi.com/judul-skripsi-jurusan/kedokteran.html. Tanggal akses 12 Agustus 2009
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC – Penerbit Buku Kedokteran
Basford L. dan Slevin O., Teori dan Praktek Keperawatan – Pendidikan Integral pada Asuhan Pasien , EGC – Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2007.
Carpenito L.J., Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC – Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2001.
Mansjoer A., dkk., Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Media Aesculapius Fak. Kedokteran Univ. Indonesia, Jakarta, 2000.
Doenges M.E., Moorhouse M.F., Geissler A.C., Rencana Asuhan Keperawatan – Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC – Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2000.
Hidayat A.A.Z., Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2, Penerbit CV. Salemba Medika, Jakarta, 2007.
Suriadi dan Rita Yulianti, Asuhan Keperawatan pada Anak, edisi 1, Penerbit CV. Sagung Seto, Jakarta, 2001.
Wilkinson J.M., Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan kriteria hasil NOC, Edisi 7, EGC – Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2007.
Wong D.L., Pedoman klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC –Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 2004.